PARAMEDIK ORGANIZER

PARAMEDIK ORGANIZER

Selasa, 10 April 2012

VENTILATOR


I.       Pengertian.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

II.    Indikasi Pemasangan Ventilator
1.      Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2.      Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3.      Post Trepanasi dengan black out. 
4.   Respiratory Arrest.

III.       Penyebab Gagal Napas
1.      Penyebab sentral
a.       Trauma kepala          : Contusio cerebri.
b.      Radang otak              : Encepalitis.
c.       Gangguan vaskuler    Perdarahan otak, infark otak.
d.      Obat-obatan              : Narkotika, Obat anestesi.

2.      Penyebab perifer
a.       Kelaian Neuromuskuler:
Guillian Bare symdrom
Tetanus
Trauma servikal.
Obat pelemas otot.
b.      Kelainan jalan napas.
Obstruksi jalan napas.
Asma broncheal.
c.       Kelainan di paru.
Edema paru, atlektasis, ARDS
d.      Kelainan tulang iga / thorak.
Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
e.       Kelainan jantung.
Kegagalan jantung kiri.

IV.    Kriteria Pemasangan Ventilator
  • Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :
  • Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
  • Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
  • PaCO2 lebih dari 60 mmHg
  • AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
  • Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

V. Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1.      Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2.      Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3.      Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
Normal ratio I : E  (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2

VI. Mode-Mode Ventilator.
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan  ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2.      Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.
3.      Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
4.      CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.


VII.       Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm  tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.

VIII.    Pelembaban dan suhu.
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.

IX. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.

X. Efek Ventilasi mekanik
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain:
Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.

XI.    Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1.      Pada paru
a.       Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
b.      Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c.       Infeksi paru
d.      Keracunan oksigen
e.       Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f.       Aspirasi cairan lambung
g.      Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h.      Kerusakan jalan nafas bagian atas
 2.      Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
 3.      Pada sistem saraf pusat
a.       Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
b.      Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi.
c.       Peningkatan tekanan intra kranial
d.      Gangguan kesadaran
e.       Gangguan tidur.
 4.      Pada sistem gastrointestinal
a.       Distensi lambung, illeus
b.      Perdarahan lambung.
 5.      Gangguan psikologi

XII. Prosedur Pemberian Ventilator
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:
1.      Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2.      Volume Tidal:  4-5 ml/kg BB
3.      Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4.      Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5.      PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)
.
XIII.          Kriteria Penyapihan
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
  •   Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
  •   Volume tidal 4-5 ml/kg BB
  • Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
  • Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.

Rabu, 04 April 2012

RUMUS PENGHITUNGAN IWL

RUMUS PENGHITUNGAN  IWL:
10-15 CC/KG BB/24
APABILA TERJADI KENAIKAN SUHU TIAP 1 DERAJAT DI TAMBAH 10 % DR TOTAL IWL
Dari 37 KE 38 ITU 1 DERAJAT,
KALO TIAP 1 SETRIP 1%
CONTOH PX BB 50 KG
IWL 15 X 50 = 750
SUHU TUBUH 38 DERAJAT
MAKA IWL TOTAL 750 +10 % DR TOTAL IWL= 750 + 75 = 825 MAKA IWL TOTAl 825

Minggu, 01 April 2012

Ucapan Terima Kasih Pada Seluruh Paramedik Indonesia

Kami ucapkan banyak terima kasih kepada peserta yang telah hadir dalam Acara Seminar Updating Concept Emergency Management. Semoga ilmu yang didapatkan dalam seminar sehari pada tanggal 1 april 2012 kemarin dapat bermanfaat. Kami selaku panitia Paramedik Organizer mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyajian kepada seluruh peserta, karena kami yakin bahwa itu semua adalah proses pembelajaran untuk memberikan pelayanan dan pemberian informasi beserta keilmuan kepada Paramedik Indonesia dengan lebih baik.Amin...

Kami akan mengadakan Seminar pada bulan Juni 2012 nanti untuk memberikan follow up terhadap seminar pertama kemarin yang InsyAllah lebih kami spesifikkan ke bidang Neonatal.

Dengan judul Updating Airway Management Neonatal on Surabaya..

Senin, 20 Februari 2012

SOP INJEKSI

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI )

A.    INJEKSI  INTRA VENA
·         Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat kedalam pembuluh darah vena
·         Injeksi intravena diberikan jika diperlukan reaksi obat yang cepat
·         Sudut penyuntikan 15o-30 o kemudian sejajar dengan vena
·         Tempat penyuntikan pada vena yang terlebih dahulu dicari vena bagian distal kemudian ke bagian proksimal
1. Persiapan
·                           Alat
a.       Spuit dengan jarum no.22-25
b.      Kapas alkohol
c.       Obat dari ampul atau vial
d.      Sarung tangan bersih
e.       Catatan pengobatan
f.       Tourniquet
g.      Bak injeksi
h.      Bengkok
i.        Perlak
·                           Pasien
a.       Sapa pasien dengan senyum ramah
b.      Jelaskan prosedur tindakan

2. Kerja
1)      Tutup tirai atau pintu
2)      Cuci tangan
3)      Ambil obat sesuai dosis
4)      Pakai sarung tangan
5)      Posisikan pasien nyaman dan rileks
6)      Tentukan vena yang akan ditusuk ( vena basilika dan vena chefalika), syarat vena: tidak bercabang, bukan bekas tusukan, kulit tidak berbulu.
7)      Pasang perlak di bawah area yang akan disuntik
8)      Bila vena sudah ditemukan ( misal vena basilika) atur lengan lurus dan pasang tourniquet sampai vena benar-benar dapat dilihat dan diraba
9)            Siapkan spuit yang sudah berisi obat, bila masih terdapat udara dalam spuit, maka udara harus dikeluarkan
10)        Bila klien terpasang veinflon, bersihkan port penyuntikan yang mengarah ke aliran iv yang utama dengan kapas alkohol.
11)         Buka aliran port i.v tersebut dan buka jarum spuit kemudian masukkan spuit tanpa jarum ke dalam veinflon dan suntikkan obat. 
12)        Tusukkan jarum ke dalam vena dengan posisi jarum sejajar dengan vena dengan sudut 15-30°
13)        Lakukan aspirasi dengan cara menarik plunger spuit. Bila darah sudah terhisap lepaskan tourniquet dan dorong obat pelan-pelan ke dalam vena
14)        Setelah obat masuk vena, segera tarik spuit, usap dengan kapas alkohol dengan sedikit menekan
15)        Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman.
16)        Tutup dan buang spuit, ampul / vial ditempat yang telah tersedia (sampah medis untuk benda tajam)
17)        Observasi respon pasien terhadap penyuntikan
18)        Lepas sarung tangan dan cuci tangan
19)        Dokumentasikan prosedur (5T+1W: Tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat waktu, tepat cara pemberian dan waspada)
20)        Observasi efek samping obat (kemerahan, nyeri dan panas)

    3. Terminasi
a.             Berikan pujian pada klien
b.            Ucapkan terima kasih

 B.     INJEKSI  INTRA MUSCULAR
·         Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat pada jaringan otot
·         Vaskularisasi pada otot lebih baik daripada subcutan sehingga absorbsi pada jaringan otot akan lebih cepat. Absorbsi obat cair pada IM akan terjadi sekitar 10-30 menit, sedangkan secara SC bisa mencapai hingga 30 menit.
·         Jarum yang digunakan adalah nomor 21-23, sedangkan untuk klien kurus digunakan ukuran jarum lebih kecil dan pendek.
·         Sudut penyuntikan 90o dengan melewati lapisan SC hingga masuk ke lapisan otot dalam
·         Injeksi IM lebih toleran terhadap jumlah volume lebih banyak daripada secara SC sehingga bisa disuntikkan obat 4 cc atau lebih
·         Jika memberikan obat yang dapat mengiritasi, gunakan teknik Z-track saat menyuntik yaitu dengan cara menghisapkan 0,5 ml udara ke dalam spuit untuk membentuk sumbatan udara. Tarik kulit dibawahnya dan jaringan subkutan 2,5 cm-3,5 cm ke arah lateral ke samping. Tahan bagian belakang kulit dan suntikan jarum dengan cepat.
1. Persiapan
·                            Alat
a.       Spuit dengan jarum no.22-25
b.      Jarum ukuran diameter 20-30
c.       Kapas alkohol
d.      Obat dari ampul atau vial (0.5 mL)
e.       Sarung tangan bersih
f.       Catatan pengobatan
g.      Bak injeksi
h.      Bengkok
i.        Perlak
·                           Pasien
a.       Sapa pasien dengan senyum ramah
b.      Jelaskan prosedur tindakan 

2. Kerja
1)      Tutup tirai atau pintu
2)      Cuci tangan
3)      Ambil obat sesuai dosis
4)      Pakai sarung tangan
5)      Kaji Area penyuntikan: tidak ada lesi, tidak terdapat infeksi, tidak terdapat penonjolan tulang, tidak terdapat saraf dan pembuluh darah
6)      Posisikan pasien nyaman dan rileks disesuaikan dengan area penyuntikan yang akan digunakan:
a.       Ventro gluteal: posisi tengkurap atau miring dengan lutut fleksi
b.      Vastus lateralis: posisi flat, supine dengan lutut sedikit fleksi
c.       Dorso gluteal: posisi prone dengan lutut fleksi
d.      Deltoid: posisi duduk atau berbaring dengan lengan fleksi, rileks atau diletakkan diatas abdomen
7)      Pasang perlak di bawah area yang akan disuntik
8)      Lakukan Z-track dengan tangan tidak dominan
9)       Bersihkan tempat penyuntikan dengan kapas alkohol dengan mengusap  secara sirkular arah keluar sekitar 5 cm
10)        Letakkan kapas alkohol pada tangan non dominan. Buka tutup spuit dan pegang spuit pada tangan dominan (antara ibu jari dan telunjuk)
11)        Injeksikan jarum dengan sudut  90° (vastus latralis jarum masuk dengan kedalaman 1,5-2,5 cm; ventro gluteal jarum masuk dengan kedalaman: 1,25- 2,5 cm; dorso gluteal jarum masuk dengan kedalaman: 1,25-3,75 cm; deltoid jarum masuk dengan kedalaman: 1,25-2,5 cm)
12)        Setelah jarum masuk ke dalam otot, pindahkan tangan non dominan kebawah spuit ( untuk memfiksasi agar posisi jarum tidak bergerak) dan tangan dominan pindah ke bagian pengokang spuit untuk siap mengaspirasi
13)        Aspirasi spuit untuk memastikan jarum tidak menusuk pembuluh darah, jika tidak terdapat darah injeksikan obat tersebut dengan kecepatan 10 detik/mL. Jika terdapat darah segera cabut spuit dan ganti pada posisi penyuntikan lainnya
14)        Tarik spuit, usap dengan kapas alkohol dengan sedikit menekan
15)        Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman.
16)        Tutup dan buang spuit, ampul / vial ditempat yang telah tersedia (sampah medis untuk benda tajam)
17)        Observasi respon pasien terhadap penyuntikan
18)        Lepas sarung tangan masukkan kedalam larutan klorin dan cuci tangan
19)        Dokumentasikan prosedur (5T+1W: Tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat waktu, tepat cara pemberian dan waspada)
20)        Observasi efek samping obat (kemerahan, nyeri dan panas)

    3. Terminasi
a.             Berikan pujian atas kerjasama klien
b.            Ucapkan terima kasih

C.          INJEKSI  SUB CUTAN
·         Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat pada jaringan di bawah kulit
·         Pada sub cutan terdapat sedikit sirkulasi darah sehingga obat akan diabsorbsi secara lambat (tidak secspat jika diberikan secara IM)
·         Obat yang diberikan secara SC biasanya bersifat isotonic, noniritatif, larut dalam air, dan dapat ditoleransi hingga 0,5-1 cc
·         Contoh obat yang diberikan secara SC adalah: insulin, TT (tetanus toxoid), epineprin, obat-obat alergi dan heparin (dapat diabsorbsi dengan baik melalui SC dan IM)
·         Lokasi penyuntikan SC: deltoid, abdomen, paha, area scapula, ventral gluteal
·         Lokasi penyuntikan harus tidak terdapat lesi, tidak ada infeksi, bukan pada penonjolan tulang dan jaringan dibawahnya tidak terdapat syaraf dan pembuluh darah
·         Sudut penyuntikan 45o. Untuk klien yang gemuk bisa dengan sudut 90o. Pada klien yang kurus sebaiknya di abdomen bagian atas
1. Persiapan
·                           Alat
a.       Spuit dengan jarum no.22-25
b.      Kapas alkohol
c.       Obat dari ampul atau vial (0.5 mL)
d.      Sarung tangan bersih
e.       Catatan pengobatan
f.       Bak injeksi
g.      Bengkok
h.      Perlak
·                           Pasien
a.       Sapa pasien dengan senyum ramah
b.      Jelaskan prosedur tindakan

2. Kerja
1)      Tutup tirai atau pintu
2)      Cuci tangan
3)      Ambil obat sesuai dosis
4)      Pilih tempat penyuntikan : deltoid, abdomen di tempat yang  tidak ada lesi, tidak terdapat infeksi, tidak terdapat penonjolan tulang, tidak terdapat saraf dan pembuluh darah
5)      Posisikan pasien nyaman dan rileks
6)      Pasang perlak di bawah area yang akan disuntik
7)      Pakai sarung tangan
8)      Bersihkan tempat penyuntikan dengan kapas alkohol dengan mengusap secara sirkular arah keluar sekitar 5 cm atau swab satu kali arah proksimal ke distal
9)            Letakkan kapas alkohol pada tangan non dominan. Buka tutup spuit dan pegang spuit pada tangan dominan ( antara ibu jari dan telunjuk)
10)        Dengan tangan non dominan cubit area deltoid
11)        Injeksikan obat dengan sudut 45-90°
12)        Aspirasi spuit untuk memastikan jarum tidak menusuk pembuluh darah, jika tidak terdapat darah injeksikan obat tersebut. Jika terdapat darah segera cabut spuit dan ganti pada posisi penyuntikan lainnya
13)        Tarik spuit, usap dengan kapas alkohol dengan sedikit menekan
14)        Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman
15)        Tutup dan buang spuit, ampul / vial ditempat yang telah tersedia (sampah medis untuk benda tajam)
16)        Observasi respon pasien terhadap penyuntikan
17)        Lepas sarung tangan dan cuci tangan
18)        Dokumentasikan prosedur (5T+1W: Tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat waktu, tepat cara pemberian dan waspada)
19)        Observasi efek samping obat (kemerahan, nyeri dan panas)
 
    3. Terminasi
a.             Berikan pujian pada klien atas kerjasamanya
b.            Ucapkan terima kasih

D.    INJEKSI INTRA DERMAL / INTRA CUTAN
·         Injeksi ini dilakukan dengan menyuntikkan obat dibawah permukaan kulit antebrachii  bagian dalam
·         Digunakan untuk skin test atau tes tuberculin
·         Intradermal memiliki sirkulasi darah yang minimal dan obat obat akan diabsorbsi secara perlahan (sangat lambat). Bermanfaat untuk skin tes karena beberapa klien akan mengalami reaksi anafilaktik jika obat masuk kedalam tubuh secara cepat
·         Menggunakan jarum ukuran kecil (1/4-1/2 inci) atau jarum khusus tes tuberculin
·         Sudut penyuntikan 5-15o
·         Tempat penyuntikan: permukaan kulit yang terang, sedikit rambut, tidak ada lesi dan oedem
·         Jumlah cairan yang disuntikkan 0,01-0,1 cc
      Contoh: 1 gram ampicillin diencerkan 5 cc aquades. Ambil larutan tersebut 0,1 cc kemudian diencerkan himgga 1 cc. Masukkan obat secara intradermal/intracutan 0,01-0,1 cc

1. Persiapan
·         Alat
a.       Spuit dengan jarum no.22-25
b.      Kapas alkohol
c.       Obat dari ampul atau vial (untuk usia <1 tahun:0.05mL, untuk usia >1 tahun:0.10 mL)
d.      Sarung tangan bersih
e.       Catatan pengobatan
f.       Pensil kulit
g.      Bak injeksi
h.      Bengkok
i.        Perlak

·         Pasien
a.       Sapa pasien dengan senyum ramah
b.      Jelaskan prosedur tindakan

2. Kerja
1)            Tutup tirai atau pintu
2)            Cuci tangan
3)            Ambil obat sesuai dosis
4)            Pilih tempat penyuntikan ( permukaan kulit yang terang, sedikit rambut, tidak ada lesi atau udem ) 3-4 jari dibawah ante kubital
5)            Posisikan pasien nyaman dengan siku ekstensi dan letakkan lengan diatas permukaan yang rata
6)            Pakai sarung tangan
7)            Bersihkan tempat penyuntikan dengan kapas alkohol dengan mengusap secara sirkular arah keluar sekitar 5 cm atau swab satu kali arah proksimal ke distal
8)            Letakkan kapas alkohol pada tangan non dominan. Buka tutup spuit dan pegang spuit pada tangan dominan ( antara ibu jari dan telunjuk )
9)            Dengan tangan non dominan regangkan permukaan kulit
10)        Injeksikan obat dengan sudut 5-15°, jarum masuk ± 3 mm. Masuknya jarum bisa tampak dari permukaan kulit
11)        Hasil yang tepat adalah terdapat undulasi pada tempat penyuntikan
12)        Tarik spuit, usap dengan kapas alkohol tetapi tidak boleh ditekan
13)        Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman, berikan tanda pada kulit dengan menggunakan pensil. Anjurkan klien untuk tidak membasuh tempat penyuntikan tersebut
14)        Tutup dan buang spuit, ampul / vial ditempat yang telah tersedia (sampah medis untuk benda tajam)
15)        Lepas sarung tangan dan cucu tangan
16)        Evaluasi : hasil tes positif jika terdapat kemerahan, bengkak .
17)        Dokumentasikan prosedur (5T+1W: Tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat waktu, tepat cara pemberian dan waspada)
18)        Observasi efek samping obat (kemerahan, nyeri dan panas)

    3. Terminasi
a.             Berikan pujian pada klien atas kerjasamanya
b.            Ucapkan terima kasih